Performa Juventus Di Musim 2013-2014

Untuk kali ketiga secara beruntun, Juventus kembali keluar sebagai kampiun Serie A Italia. Gelar di musim 2013/14 ini jadi torehan ke-30 atau 32 di atas lapangan. Jika ditilik berdasar catatan FIGC, maka Si Nyonya Tua kini jadi tim pertama yang diperbolehkan menyematkan tiga bintang dalam jersey-nya.

Jika dibandingkan pada rentetan hat-trick scudetto Juve dalam tiga musim terakhir, bisa dibilang musim ini jadi yang paling fenomenal. Bagaimana tidak, selain kembali jadi campione, Gianluigi Buffon cs juga menorehkan deretan rekor mengesankan.

Meski begitu, lagi dan lagi, Juve masih belum bisa berbicara banyak di kompetisi Eropa. Bahkan perjalanan mereka musim ini di Benua Biru tak bisa dianggap lebih baik ketimbang musim lalu.

Menilik paparan di atas, lantas seperti apa performa I Bianconeri musim ini? Siapa pemain terbaiknya? Momen mana yang jadi titik balik? Hingga pembenahan seperti apa yang harus dilakukan, untuk menyambut musim depan?

Performa Musim Ini


Gelagat Juventus untuk kembali merengkuh scudetto Serie A Italia sudah amat tercium sejak awal musim. Hal itu bisa Anda kroscek dengan melihat konstelasi bursa taruhan elit dunia untuk juara Serie A 2013/14. Nyaris semuanya menjagokan Tim Hitam-Putih sebagai juaranya.
RAPOR JUVENTUS - SERIE A 2013/14
Posisi akhir: 1
Poin: 102
Menang: 33
Imbang: 3
Kalah: 2
Gol memasukkan: 80
Gol kemasukan: 23
Clean Sheets: 22
Sesuai dugaan, Juve pada kenyataannya memang melaju mulus untuk merengkuh scudetto ke-30 atau 32 di atas lapangan, tanpa hadangan berarti.

Dalam tujuh giornata pertama, aroma kompetitif Serie A lewat ancaman AS Roma dan Napoli memang kental terasa. Namun kompetisi bagai usai setelah Sang Kekasih Italia kalah 4-2 dari Fiorentina, di Artemio Franchi, pada giornata 8.

Apa pasal? Karena setelahnya Juve mengukir 12 kemenangan beruntun di Serie A! Mereka bahkan melanjutkannya hingga tak kalah dalam 22 laga berurutan. Dalam prosesnya Si Zebra juga  membukukan deretan catatan mengesankan, plus dua rekor sensasional.

Ya, selain jadi tim dengan serangan sekaligus pertahanan terbaik, Juve jadi klub pertama yang selalu menang di kandang dalam satu musim kompetisi Serie A. Rekor lainnya jelas terlihat lewat torehan 102 poin yang berhasil dicapai, menghapus rekor FC Internazionale lewat koleksi 97 poin. Melihat paparan tersebut, adalah keajaiban jika mereka tak keluar sebagai juara musim ini.

Namun anomali terjadi menilik kiprah Juve di kompetisi Eropa. Menargetkan babak semi-final Liga Champions, perjalanan mereka malah sudah harus berhenti di fase grup dan terlempar ke Liga Europa. Asa sempat membumbung, tapi dengan komposisi pemain yang jauh lebih mentereng, secara mengejutkan pula para Juventino malah gagal mewujudkan ekspektasi juara.

Impian untuk berpesta di Juventus Stadium sebagai venue final LE, sekaligus mengakhiri dahaga 18 tahun gelar Eropa, pupus tak bersisa di babak semi-final. Untungnya, segala rentetan buruk di luar Italia tak berkorelasi negatif terhadap usaha Juve kembali meraih scudetto.
Pemain Terbaik


Berbicara soal performa individual pemain, tentu saja tak salah jika kita menyebut nama Carlos Tevez! Tampil hampir selalu prima sepanjang musim, striker asal Argentina ini sanggup menunjukkan performa eksplosif berkelas dunia pada musim perdananya di Juventus.
CARLOS TEVEZ - Serie A Italia 2013/14
Tampil: 34 laga
Menit bermain: 2927 menit
Gol: 19
Assist: 7
Total tembakan: 126
Akurasi tembakan: 74%
Jumlah operan: 1037
Akurasi umpan
: 82,1%
Umpan kunci: 59
Dribel: 51
Dilanggar: 57
Offside: 28
Kartu kuning: 8
Meski sudah berusia 30 tahun, Tevez masih seperti dahulu. Kekuatan fisik, teknik tinggi, kecepatan, sekaligus tembakan akurat khas dirinya, sama sekali belum berkurang.

Beruntung bagi Juve, karena mendatangkan pemain sekaliber Tevez hanya dengan banderol 9 juta! Jumlah harga yang dibalas dengan torehan 19 gol plus tujuh assist di Serie A!

El Apache memang gagal jadi top skor kompetisi, namun tak salah jika ia merupakan solusi terbaik ketumpulan striker Juve dalam tiga musim terakhir.

Melihat performanya yang terus seperti ini plus kedewasaan sikapnya, bukan tak mungkin mantan pemain Manchester United itu makin gemilang di musim depan.

Dan satu hal yang pasti, performa brilian Tevez bersama La Vecchia Omcidi musim ini jadi penegas jika Alejandro Sabella bakal melakukan kesalahan terbesar dalam hidup, dengan tak menyertakan dirinya dalam skuat Piala Dunia 2014!
Momen Terbaik


Siapa bilang momen terbaik selalu hadir dalam sebuah kemenangan? Anomali ditunjukkan Juventus musim ini dengan menjadikan kekalahan sebagai momen terbaik. Bukan sembarang kekalahan, karena hasil yang dimaksud memilik dampak untuk menyehatkan performa tim.

Memasuki giornata kedelapan Serie A Italia 2013/14, segalanya berjalan sempurna bagi Le Zebrette. Meski tak berada di puncak, mereka selalu saja menang walau lewat performa tak meyakinkan. Titik balik lantas terjadi di momen tersebut.

Secara megejutkan, rival historis mereka, Fiorentina, memberikan kekalahan terbesar bagi Juve dalam tiga musim terakhir! Kekalahan telak 4-2 jadi hasil final di papan skor. Tamparan keras bagi tim yang bahkan hanya kalah dua dalam 85 laga terakhir mereka di Serie A!

Momen terbaik untuk melecut semangat digengam. Sang pelatih, Antonio Conte, lantas memanfaatkannya untuk menghajar satu-persatu pemainnya dengan siraman motivasi, lewat diskusi empat mata. Hasilnya? Luar biasa!

Pasca kekalahan tersebut Gigi Buffon cs sukses menorehkan 13 kemenangan beruntun, yang dilanjutkan dengan 22 laga berurutan tanpa kalah di Serie A. Karenanya, selain kembali jadi juara, rekor 102 poin dalam satu musim kompetisi pun dibukukan.
Evaluasi Musim Ini


Jika sudah menjadi raja di kompetisi domestik, maka satu-satunya masalah yang harus dibenahi La Fidanzata d'Italia untuk musim depan adalah performa mereka di Eropa. Setelah Liga Champions menjadi keniscayaan dalam tiga musim terakhir, termasuk 2014/15 mendatang, sudah saatnya bagi Juventus untuk membuktikan bahwa mereka bisa melangkah jauh di Eropa!

Kita tentu terheran-heran dengan performa kontras yang ditampilkan Juve di kompetisi Eropa. Begitu adidaya di Italia, mereka malah melempem ketika betanding di luar Negeri Pizza. Performa Madama bahkan tidak lebih baik dari musim lalu, ketika kalah dari sang juara, Bayern Munich, di babak perempat-final LC.

Musim ini, secara mengejutkan Juve sudah harus terhenti di babak fase grup. Mereka kalah bersaing dengan Real Madrid dan Galatasaray. Harapan melepas dahaga 18 tahun nir gelar Eropa sempat membuncah tatkala dilempar ke Liga Europa. Apalagi venue final di Juventus Stadium jadi motivasi tersendiri untuk juara.

Hasilnya? Mengecewakan. Di dukung komposisi skuat yang jauh lebih baik ketimbang para pesaingnya, Juve terseok dalam prosesnya, hingga akhirnya tersingkir oleh Benfica di babak semi-final. Menilik fakta tersebut, jelas ada yang salah.

Antonio Conte lantas menuding komposisi skuat yang kurang kompetitif untuk level tertinggi sepakbola Eropa. Hal itu memaksanya minim melakukan rotasi dan variasi taktik, sehingga skuat utama mudah kelelahan dan hilang fokus. Juve disebut butuh setidaknya dua atau tiga pemain kelas dunia lagi, untuk menambal kekurangan tersebut.

Satu ancaman yang dijadikan bahasan panas dalam perundingan pembahasan kontrak anyarnya di J Stadium. Rumor berhembus jika The Special One Italia tak akan mau bertahan jika keinginannya tak dipenuhi manajemen.

Pendapat Conte ada benarnya, tetapi akan lebih bijak jika ia memilih untuk terus mengeksplorasi dan memaksimalkan komposisi skuat yang tersedia. Ingat, bujet transfer Juve tidak semewah Chelsea atau Real Madrid.

Dengan pengalaman lebih dalam dua musim terakhir di Eropa, Stephan Lichtsteiner cs seharusnya bisa mendapat pelajaran berharga. Jika sukses mensinergikannya dalam performa di atas lapangan, bukan tidak mungkin dahaga 18 tahun nir gelar Eropa bisa segera diakhiri!
 
goal.com
Previous
Next Post »